Suara Jurnalis | Manokwari, — Dua orang pekerja bangunan tewas secara tragis setelah diduga ditembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Kampung Kwantipo, Distrik Asutipo, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, pada Rabu (4/6) pagi.
Penembakan ini terjadi sekitar pukul 08.30 WIT, ketika kedua korban sedang melaksanakan aktivitas pembangunan Gedung Gereja GKI Imanuel.
Kedua korban yang tewas diketahui bernama Rahmat Hidayat (45) dan Saepudin (39), warga asal Purwakarta, Jawa Barat. Berdasarkan laporan lapangan yang diterima Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, keduanya ditembak dari jarak dekat oleh dua orang bersenjata api.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, menyatakan bahwa insiden penembakan ini diduga kuat merupakan aksi dari KKB yang berada di bawah komando Egianus Kogoya. Ia mengaku prihatin atas jatuhnya korban jiwa dalam insiden ini yang menurutnya merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Dalam pernyataan tertulisnya, Warinussy yang juga merupakan Penatua dan Anggota Badan Pekerja Klasis GKI Tanah Papua di Manokwari, mendesak agar Pimpinan Sinode GKI di Tanah Papua segera melakukan investigasi internal atas insiden yang menimpa para pekerja tersebut. Hal ini dinilai penting untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab gereja terhadap keselamatan pekerja proyek pembangunan rumah ibadah.
Menurut laporan Satgas Operasi Damai Cartenz yang beredar, pelaku penembakan sempat berjalan kaki di sekitar lokasi dan mengejar kedua korban sebelum melepaskan tembakan yang menyebabkan satu korban tewas di tempat akibat luka tembak menembus mata kiri, sementara satu korban lainnya terluka parah di bagian ketiak dan lengan.
Warinussy menegaskan bahwa investigasi oleh pihak gereja sangat diperlukan untuk menjawab berbagai pertanyaan masyarakat, termasuk soal keamanan kerja selama proyek pembangunan berlangsung serta status dan latar belakang kedua pekerja yang oleh pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) diklaim sebagai “intelijen” yang menyamar.
“Saya menolak tuduhan sepihak seperti itu. Mereka adalah warga sipil yang sedang bekerja membangun rumah ibadah. Jika ada kecurigaan, seharusnya dilakukan penyelidikan hukum, bukan tindakan main hakim sendiri,” kata Warinussy.
Sebagai seorang Advokat dan Pembela HAM (Human Rights Defender), Warinussy juga mendesak agar Komnas HAM RI segera turun tangan untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap peristiwa ini. Menurutnya, Komnas HAM memiliki mandat konstitusional untuk mengungkap kebenaran dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat dan berpotensi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ia menyebut bahwa peristiwa ini tidak hanya melukai rasa kemanusiaan, tetapi juga mencoreng nilai-nilai keimanan dan pelayanan gereja yang seharusnya menjadi tempat damai, bukan tempat berujung maut. “Gedung gereja sedang dibangun, tapi malah jadi tempat jatuhnya korban jiwa. Ini tragedi kemanusiaan,” ujarnya.
Dalam konteks hukum, Warinussy menyebut bahwa kasus ini sepatutnya juga diselidiki di bawah payung hukum UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, karena menyangkut kematian warga sipil dalam situasi non-perang.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa pendekatan kekerasan hanya akan memperpanjang rantai konflik di Tanah Papua. Diperlukan solusi damai, adil, dan transparan, termasuk melalui keterlibatan aktif lembaga negara seperti Komnas HAM, LPSK, dan Ombudsman, agar kebenaran bisa terungkap dan keadilan ditegakkan.
Warinussy juga meminta Polri dan TNI tidak gegabah dalam memberikan keterangan, agar tidak memperkeruh suasana atau menyudutkan pihak-pihak tertentu secara sepihak. “Kita perlu membangun Papua berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan,” tegasnya.
Ia pun mengajak semua pihak, baik gereja, pemerintah, masyarakat sipil, maupun komunitas adat, untuk turut serta mendorong resolusi damai berbasis dialog dan keadilan restoratif, bukan kekerasan dan stigma berulang.
Mengakhiri pernyataannya, Warinussy menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban dan menyerukan agar masyarakat tetap tenang, sambil menunggu hasil penyelidikan dari semua pihak berwenang, termasuk GKI Tanah Papua dan Komnas HAM. (Refly)