Suara Jurnalis | SORONG – Tim Advokasi Keadilan untuk Rakyat Papua terus mengawal proses hukum terhadap empat aktivis Papua yang ditahan oleh Polresta Sorong terkait dugaan tindak pidana makar dan ujaran kebencian berbasis SARA. Mereka adalah Abraham Goram Gaman (55), Piter Robaha (54), Nikson May (56), dan Maksi Sangkek (39).
Koordinator Tim Advokasi, Yan Christian Warinussy, pada Jumat (17/5/2025), mengunjungi keempat kliennya di Mapolresta Sorong. Ia menyampaikan bahwa para tersangka telah menjalani masa penahanan sejak 28 April 2025 dan kini dalam kondisi sehat serta dapat berkomunikasi baik.
Tuduhan yang diarahkan kepada mereka mencakup dugaan kuat melakukan atau turut serta melakukan tindakan makar sebagaimana diatur dalam Pasal 106 KUHP jo Pasal 87 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga dikenai pasal dalam Undang-Undang ITE terkait penyebaran informasi yang dinilai menghasut dan memicu kebencian berbasis identitas.
Peristiwa hukum yang mendasari penetapan status tersangka ini terjadi pada 14 April 2025 di Kota Sorong. Namun, Warinussy menilai proses hukum ini perlu dikawal ketat karena menyangkut kebebasan berekspresi dan kemungkinan adanya tafsir yang berlebihan atas tindakan penyampaian aspirasi.
Dalam kunjungannya, Warinussy disambut oleh Kasat Reskrim Polresta Sorong AKP Arifal Utama, S.T.K, S.I.K, S.H, M.H, yang turut didampingi Wakil Kasat Iptu Beslu Arwan Lingga, S.Sos dan KBO Ipda Thomas Sabon, S.H, M.H. Ia mengapresiasi akses luas yang diberikan kepadanya untuk menemui para klien didampingi keluarga mereka.
“Kami berdiskusi cukup panjang selama hampir dua jam. Keempat klien kami menyampaikan kondisi dan tanggapan mereka atas proses hukum yang berjalan,” kata Warinussy usai pertemuan.
Ia juga mendapat informasi langsung dari penyidik bahwa berkas perkara keempat kliennya tengah dalam tahap koordinasi untuk dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sorong pada pekan depan. Tim Advokasi akan memantau ketat proses ini untuk memastikan hak-hak hukum para tersangka terpenuhi.
Warinussy menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak proses hukum, namun meminta agar asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia tetap dijunjung tinggi. Ia berharap tidak ada pendekatan berlebihan dalam menafsirkan tindakan masyarakat Papua yang menyampaikan aspirasi secara damai.
“Kami akan terus berada di sisi klien kami sampai seluruh proses ini benar-benar menjunjung keadilan,” tutupnya.(Ref)