Advokat YC Warinussy Minta Kapolresta Manokwari Bisa Membuka Motif Dibalik Penembakan Dirinya

Suara Jurnalis | Manokwari – Kasus penembakan terhadap advokat yang diduga terkait dengan kasus yang sedang ditanganinya merupakan ancaman serius terhadap profesi hukum dan penegakan keadilan di Indonesia. Insiden semacam ini tidak hanya meresahkan para advokat, tetapi juga menunjukkan adanya upaya untuk menghalangi proses hukum yang adil dan transparan.

Penembakan terhadap advokat sering kali diduga berkaitan langsung dengan kasus-kasus sensitif atau bernilai tinggi yang mereka tangani. Kasus tersebut bisa melibatkan aktor-aktor kuat yang memiliki kepentingan untuk menghentikan atau memengaruhi jalannya proses hukum.

Bacaan Lainnya

Kejadian seperti ini menimbulkan ancaman nyata terhadap profesi advokat. Advokat seharusnya dapat menjalankan tugas mereka tanpa rasa takut terhadap ancaman fisik atau intimidasi. Penembakan ini bisa menjadi bentuk tekanan agar advokat menarik diri dari kasus atau mempengaruhi cara mereka menangani kasus tersebut.

Keamanan advokat perlu ditingkatkan, terutama bagi mereka yang menangani kasus-kasus yang berisiko tinggi. Undang-undang dan kebijakan yang lebih kuat harus diberlakukan untuk melindungi advokat dari ancaman dan kekerasan. Perlindungan saksi dan pelapor juga harus diperhatikan agar dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum.

Penegakan hukum harus melakukan investigasi yang mendalam dan independen terhadap insiden penembakan ini. Adanya transparansi dan akuntabilitas dalam investigasi sangat penting untuk mengungkapkan kebenaran dan memastikan bahwa pihak yang bertanggung jawab diadili sesuai hukum.

Komunitas hukum, organisasi HAM, dan masyarakat umum harus bersatu untuk memberikan dukungan kepada para advokat yang terancam. Solidaritas ini penting untuk menunjukkan bahwa kekerasan dan intimidasi tidak akan dibiarkan mengganggu proses penegakan hukum.

Di Indonesia, sudah ada beberapa kasus di mana advokat menjadi target serangan fisik karena pekerjaan mereka. Misalnya, kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib, seorang aktivis HAM terkemuka, yang hingga kini masih menjadi sorotan publik dan memerlukan penyelesaian yang tuntas.

Sebagai contoh kasus terbaru, pada Agustus 2023, seorang advokat bernama Ridwan mengalami penembakan di Jakarta. Ridwan diketahui menangani kasus korupsi besar yang melibatkan beberapa pejabat tinggi. Dalam penyelidikan awal, ditemukan indikasi bahwa penembakan tersebut kemungkinan terkait dengan upaya untuk menghentikan pengungkapan lebih lanjut dalam kasus tersebut.

Kasus ini menyoroti risiko yang dihadapi oleh advokat dan menekankan perlunya tindakan serius dari pihak berwenang untuk melindungi mereka dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Pemerintah dan organisasi advokat harus bekerja sama dalam menciptakan langkah-langkah preventif untuk mencegah insiden serupa.

Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender) yakin dan percaya bahwa peristiwa percobaan pembunuhan yang terjadi atas dirinya pada Rabu (17/7) sekitar pukul 15:36 wit (setengah empat sore lewat enam menit) di Jalan Yos Sudarso, Sanggeng-Manokwari, Provinsi Papua Barat disebabkan karena pekerjaan saya sebagai seorang Advokat dan Pembela HAM.

Hal tersebut disampaikan oleh Yan Christian Warinussy kepada media melalui pesan tertulis. Minggu (04/08/2024).

Artinya sebagai resiko dari kegiatan advokasi yang telah saya lakukan selama lebih dari 30 tahun di Manokwari, Tanah Papua, Indonesia dan Dunia internasional.

“Jadi tidak sekedar karena satu atau dua kasus hukum pidana yang sedang saya tangani akhir-akhir ini. Saya masih ingat pada jelang akhir bulan Juni 2024 saya dimintai oleh aktivis HAM Internasional untuk memberikan kata pembukaan penyelenggaraan Pengadilan Rakyat Internasional terkait dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan oleh Pemerintah Republik Indonesia di Tanah Papua yang korbannya adalah rakyat Orang Asli Papua (OAP) dalam sesi kata pembukaan tersebut saya menekankan bahwa rakyat Papua sesungguhnya sebagai korban dari persaingan politik internasional dan mereka telah menderita sejak adanya “perebutan” Tanah Papua antar pemerintah Indonesia dan pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1960-an yang akhirnya diintegrasikan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 1 Mei 1963, ” katanya.

Sejak itu sesungguhnya rakyat Papua telah berulangkali menjadi korban pelanggaran HAM yang terjadi secara sistematis dan secara struktural.

“Berbagai contoh kasus dapat menjadi indikator yang sangat kuat. Dugaan pelanggaran HAM yang berat sesuai amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

“Oleh sebab itu saya mendorong para jaksa (prosecutor) yang membawa masalah dugaan pelanggaran HAM Berat dan Kejahatan Lingkungan yang diduga dilakukan oleh NKRI sudah semestinya membawa sejumlah bukti yang mampu membuktikan pelanggaran hukum internasional yang diduga dilakukan oleh pemerintah NKRI, ” jelasnya.

Hal itu hanya bisa didukung oleh keterangan para saksi mata atau saksi fakta yang dibawa oleh para Jaksa (Prosecutor). Sehingga nantinya semua itu dapat menolong para hakim (judge) untuk mempertimbangkan secara Arif dan bijaksana serta independen terhadap tuduhan pelanggaran HAM yang berat serta kejahatan lingkungan yang diduga dilakukan oleh pemerintah NKRI terhadap Tanah dan Rakyat Asli Papua.

“Sepeninggal penyampaian kata pembukaan ada Pengadilan Rakyat Internasional tersebut saya memang tidak mengalami langsung tekanan atau intimidasi dari siapapun. Namun kejadian nahas yang saya alami pada 17 Juli 2024 tersebut, saya yakin dan percaya sangat erat kaitannya dengan pernyataan pembuka yang saya sampaikan diatas.

Itulah sebabnya saya mohon kepada Saudara Kapolresta Manokwari Kombes Polisi RB.Simangunsong dan jajarannya untuk secara profesional dan “independen” mampu mengungkap dengan jujur dan berdasarkan amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai siapa terduga pelaku percobaan pembunuhan terhadap diri saya pada hari Rabu (17/7) tersebut.

“Saya dan keluarga sangat tidak ingin ada “korban baru” akibat dugaan salah tangkap dan atau salah mentersangkakan orang yang sebenarnya tidak bersalah dan tidak memiliki kaitan hukum apapun dengan peristiwa pidana yang menimpa saya tersebut. Hari ini, Minggu (4/8) sekitar jam 06:55 wit, saya menerima informasi terkait diamankan nya seseorang warga sipil bernama Freiman Muis di kampung Subsay, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari oleh sejumlah anggota polisi.

Saya dan keluarga sangat berharap yang bersangkutan diperlakukan sesuai dengan hak-haknya yang diatur dalam Pasal 1 angka 14 Jo Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 184 KUHAP. Sehingga tidak terjadi kesalahan prosedural yang bisa menjadi resiko praperadilan dari terduga dan atau keluarga dan atau penasihat hukumnya yang kian memperpanjang upaya pengungkapan perkara yang saya alami dan menjadi harapan pemenuhan rasa keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat, khususnya OAP di seluruh Tanah Papua tercinta, Indonesia dan Dunia Internasional, ” pungkasnya.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *