Suara Jurnalis | Manokwari – Evaluasi terhadap eksistensi Hak Orang Asli Papua (OAP) untuk ikut berpartisipasi dalam partai politik di Indonesia dan berhak dipilih untuk duduk dalam kursi parlemen lokal di Kabupaten/kota dan Provinsi serta parlemen pusat (DPR RI dan DPD RI) menjadi sesuatu yang kian mendesak dan penting pasca Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2024 ini.
Hal tersebut disampaikan Warinussy kepada media melalui pesan WhatsApp. Jumat (15/03/2024).
Kemungkinan itu sesungguhnya telah ada di dalam pasal 28 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua. Di dalam pasal tersebut sesungguhnya dimungkinkan untuk dapat dibentuk Partai Politik Lokal di Tanah Papua. Namun berdasarkan amanat dari Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan ketiga terhadap Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang bagi dibentuknya Parpol Lokal di Tanah Papua tertutup. Sehingga orang Asli Papua diharapkan bisa ikut berkompetisi secara nasional di Tanah airnya sendiri melalui Pemilihan Umum (Pemilu), ” kata Warinussy.
Sehingga menurut Warinussy secara fisik dan ideologi membangun masyarakat dan lingkungan serta kompetisi secara sehat sesungguhnya calon legislatif (caleg) OAP harus siap.
“Tetapi dari sisi fragmentasi dan kapasitas berkompetisi secara “kotor” untuk mendapat suara serta kursi memang Caleg OAP sangat minim pengalaman dan tidak terbiasa. Itulah sebabnya, caleg OAP menjadi tersingkir dalam kompetisi seperti halnya Pemilu Legislatif yang baru lalu. Akibatnya tidak heran di setiap kabupaten/kota di Tanah Papua jumlah dan komposisi anggota DPRD Kabupaten/Kota menjadi minimal, dibanding dengan jumlah caleg Non OAP, ” ujarnya.
Tentu hal ini akan menjadi sebab ketiadaan aspek keberpihakan (afirmasi) bagi perlindungan hak OAP pada tataran pembuatan kebijakan daerah ke depan.
“Proses marginalisasi akan terus terjadi dan dialami OAP, yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya gelombang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara struktural. Ini menjadi penting diperhatikan segera di era pemerintahan Presiden Joko Widodo menjelang akhir masa kerjanya sebagai Kepala Negara. Sehingga sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM), saya mendesak dibukanya dialog dan evaluasi bagi perbaikan aspek keberpihakan dan perlindungan serta jaminan bagi OAP dan hak-hak politiknya menjadi urgen dan mendesak dewasa ini, ” pungkasnya.