Kasus Jalan Irboz-Tomstera-Ullong Taige, Kontraktor PT Sawitomas Berlian Disorot

Suara Jurnalis | Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat, Basuki Sukardjono, SH, MH, beserta jajarannya untuk segera menindaklanjuti penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek peningkatan ruas jalan di Kabupaten Pegunungan Arfak.

Proyek yang dimaksud adalah Peningkatan Jalan Irboz–Tomstera dan Jalan Ullong–Taige, yang dikerjakan oleh Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2023 dengan nilai kontrak sebesar Rp9,4 miliar. Dana proyek tersebut diduga bersumber dari Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua Barat.

Bacaan Lainnya

Menurut Warinussy, LP3BH telah memperoleh informasi bahwa dari hasil audit terdapat temuan kerugian negara senilai Rp724 juta dalam pelaksanaan proyek tersebut. Dari jumlah itu, memang telah ada pengembalian sebesar Rp200 juta, namun masih tersisa sekitar Rp400 juta yang hingga kini belum dikembalikan.

Lebih memprihatinkan lagi, dari hasil penyelidikan lapangan Tim Kejati Papua Barat, diketahui bahwa realisasi fisik pekerjaan sangat jauh dari kontrak. Panjang jalan yang seharusnya dikerjakan 800 meter, namun progres pekerjaan baru mencapai 74 meter atau kurang dari 10 persen. Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa proyek tersebut bisa dikategorikan sebagai total lost alias fiktif.

LP3BH juga menyebutkan bahwa pelaksana pekerjaan proyek adalah sebuah perusahaan kontraktor di Manokwari, yaitu PT Sawitomas Berlian. Karena itu, Warinussy menegaskan bahwa Kejati Papua Barat tidak boleh melakukan “tebang pilih” dalam mengusut perkara ini, siapapun pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum.

“Masyarakat Kabupaten Pegunungan Arfak berhak menikmati akses jalan yang memadai. Hak mereka jangan dikhianati oleh praktik korupsi yang merugikan negara,” ujar Warinussy dalam keterangan persnya, Kamis,  (21/8/2025).

Ia menekankan bahwa proyek ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menghambat pembangunan daerah. Jalan yang seharusnya membuka aksesibilitas justru terbengkalai, sehingga masyarakat Pegunungan Arfak tetap terisolasi.

Dalam pandangan Warinussy, pengembalian sebagian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana korupsi. Hal ini sudah jelas diatur dalam Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

“Prinsip hukum jelas, pengembalian uang negara tidak menghapus pertanggungjawaban pidana. Jadi, aparat penegak hukum harus tetap melanjutkan perkara ini sampai ke pengadilan,” tegasnya.

LP3BH Manokwari meminta Kajati Papua Barat untuk segera meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan agar para pihak yang bertanggung jawab dapat segera dimintai keterangan secara formal. Hal ini dinilai penting agar publik percaya pada komitmen Kejati dalam pemberantasan korupsi.

Warinussy juga mengingatkan bahwa penegakan hukum harus berjalan transparan dan profesional. “Kasus ini akan menjadi tolak ukur keseriusan Kejati Papua Barat dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, khususnya di sektor pembangunan infrastruktur,” ujarnya.

Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar seluruh aparat penegak hukum mengedepankan prinsip akuntabilitas. “Korupsi di sektor infrastruktur adalah kejahatan terhadap rakyat. Karena itu, Kejati Papua Barat wajib menjadikan kasus ini prioritas utama dalam agenda pemberantasan korupsi di daerah,” pungkas Warinussy.

(Refly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *