Suara Jurnalis | Manokwari – Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, SH kembali menyuarakan keprihatinannya terhadap lambannya penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipidkor) pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan barang cetakan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Kota Sorong Tahun Anggaran 2017.
Warinussy menyoroti bahwa hingga pertengahan Mei 2025, belum ada perkembangan signifikan dalam penanganan perkara yang diperkirakan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp8 miliar tersebut.
Padahal, saat dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sorong pada 22 Juli 2024, Makrun, SH, MH menyatakan bahwa kasus tersebut menjadi atensinya. Namun, hingga kini belum terlihat langkah konkret yang menunjukkan bahwa pernyataan tersebut benar-benar dijalankan.
“Ini sudah lebih dari 100 hari kerja Kajari Makrun, tapi komitmen yang pernah disampaikan belum tampak dalam bentuk tindakan nyata. Kasus ini seperti ‘mati segan hidup tak mau’,” ungkap Warinussy dalam keterangannya. Senin, (19/05/2025).
Kasus tersebut sebelumnya telah mulai disidik oleh Kejari Sorong ketika jabatan Kajari dipegang oleh Jaksa Erwin Prihadi Hamonangan Saragih, SH, MH. Sayangnya, meskipun proses penyidikan telah berlangsung, perkara ini justru seperti dibiarkan tanpa kejelasan hukum lebih lanjut.
Yang menjadi keprihatinan utama Warinussy adalah belum adanya hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), meskipun permintaan telah dilakukan oleh kejaksaan saat penyidikan awal dilakukan.
Kini, dengan hadirnya BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, seharusnya tidak ada alasan lagi untuk menunda penyerahan hasil audit investigatif tersebut kepada Kejari Sorong.
“Jika benar ada kerugian negara, maka rakyat Kota Sorong berhak tahu siapa yang harus bertanggung jawab. Audit BPK harus segera diserahkan demi kepastian hukum,” tegas Warinussy.
Menurutnya, publik patut mempertanyakan apa sebenarnya kendala utama dalam mengusut kasus ini secara tuntas. Apakah karena unsur politis, teknis, atau karena lemahnya komitmen institusional?
Warinussy menilai, lambannya penanganan perkara ini berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum, khususnya kejaksaan, yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
Ia juga menyerukan agar Kajati Papua Barat Daya dan bahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) turut memantau kinerja Kejari Sorong dalam penanganan perkara ini.
“Kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Rakyat butuh keadilan, dan uang negara harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan adil,” pungkas Warinussy. (Ref)